Nama: Christo C. Pascalis Waluyan
Tingkat/Semester: III/V
Mata Kuliah: Teologi Ekaristi
Transubstansi
Roti-Anggur menjadi Tubuh-Darah Kristus
A. Beberapa
teks kitab suci yang menunjukkan transubstansi Roti-Anggur menjadi Tubuh-Darah
Kristus:
1. Mat.
26:26-28: Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap
berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan
berkata: "Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku." Sesudah itu Ia
mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata:
"Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah
perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.
2. Mrk.
14:22-24: Dan ketika Yesus dan
murid-murid-Nya sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat,
memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada mereka dan berkata:
"Ambillah, inilah tubuh-Ku." Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap
syukur lalu memberikannya kepada mereka, dan mereka semuanya minum dari cawan
itu. Dan Ia berkata kepada mereka: "Inilah darah-Ku, darah perjanjian,
yang ditumpahkan bagi banyak orang.
3. Luk.
22:19-20: Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan
memberikannya kepada mereka, kata-Nya: "Inilah tubuh-Ku yang diserahkan
bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku." Demikian juga
dibuat-Nya dengan cawan sesudah makan; Ia berkata: "Cawan ini adalah
perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu.
4. 1
Kor. 11:21-25: Sebab pada perjamuan itu tiap-tiap orang memakan dahulu
makanannya sendiri, sehingga yang seorang lapar dan yang lain mabuk. Apakah
kamu tidak mempunyai rumah sendiri untuk makan dan minum? Atau maukah kamu
menghinakan Jemaat Allah dan memalukan orang-orang yang tidak mempunyai
apa-apa? Apakah yang kukatakan kepada kamu? Memuji kamu? Dalam hal ini aku
tidak memuji. Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari
Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti
dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata:
"Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi
peringatan akan Aku!" Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan,
lalu berkata: "Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh
darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan
Aku!"
5. 1
Kor. 11:27 Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum
cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan.
B. Refleksi
Teologis Tentang Transubstansi Roti dan Anggur menjadi Tubuh dan Darah
Kristtus.
Perjamuan Ekaristi merupakan
warisan penting yang Yesus berikan kepada pengikut-Nya. Salah satu tolak
ukurnya adalah pada saat Yesus mengadakan Perjamuan Malam terakhir bersama
dengan murid-murid-Nya. Dalam perjamuan ini terjadilah apa yang disebut dengan
perubahan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus sendiri. Berbagai
macam penafsiran bahkan protes yang timbul tentang perubahan yang terjadi ini.
Beberapa Gereja tertentu tidak setuju bahwa perubahan itu terjadi, namun perubahan
itu hanya simbol saja. Berbeda jauh dengan pandangan Gereja Katolik yang
mengatakan bahwa perubahan itu sungguh-sungguh terjadi. Buktinya dapat dilihat
dalam pemaparan ayat-ayat kitab suci di bagian awal.
Untuk mengerti akan sesuatu yang
bilanglah tidak dapat dapat diterima dengan akal budi, maka para Bapa Gereja
membuat refleksi tentang hal ini. Selain refleksi terdapat juga ajaran ataupun
anjuran yang terdapat dalam ensiklik-ensiklik yang memberikan uraian jelas
tentang perubahan yang terjadi dalam perayaan Ekaristi. Tujuannya agar Ekaristi
ini semakin dekat, dimengerti, dihayati, diimani, dan dipraktekkan dalam
kehidupan iman umat kristiani.
Kata transubstansi menunjuk pada
perubahan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Kata lain yang biasanya
dipakai adalah transfinalisasi atau transubstansiasi. Transfinalisasi berasal
dari bahasa Latin Transfinalization, sedangkan
kata transubstansiasi berasal dari bahasa Latin juga yaitu Transubstantiation. Kedua
kata ini menunjuk pada arti yang sama yaitu perubahan. Kata ini biasanya
dipakai untuk menunjukkan perubahan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah
Kristus sendiri.[1]
1. Ensiklik
Mysterium Fidei
Ensiklik ini dikeluarkan oleh Paus
Paulus VI. Salah satu masalah serius yang dibahas di dalamnya adalah istilah
yang dipakai untuk menunjukkan perubahan roti dan anggur menjadi Tubuh dan
Darah Kristus. Pada waktu itu perubahan ini menjadi sorotan yang sangat serius.
Masalahnya adalah apakah Kristus sungguh-sungguh hadir dalam dalam roti dan
anggur itu? Permasalahan ini muncul pada pertengahan abad 20. Masalah yang
timbul adalah konsep tentang transsubstantiatio.
“Istilah substantia tidak lagi
dipahami sebagai hakikat atau esensi dari sesuatu hal, … tetapi dimengerti
sebagai materi atau bahan fisik. … Pemahaman modern terhadap konsepsi substansi sebagai materi atau bahan ini
jelas dipengaruhi oleh ilmu alam dan pengetahuan yang berkembang pada zaman
ini.”[2]
Nah beberapa teolog berupaya memakai istilah lain berkaitan dengan perubahan
roti dan anggur ini. Namun, pemakaian istilah yang baru memberikan pemahaman dan pengahayatan yang kurang pas dari perubahan roti dan anggur menjadi Tubuh
dan Darah Kristus. Berdasarkan hal ini maka Paus Paulus VI memberikan komentarnya
dalam ensiklik Mysterium Fidei ini.
Dalam ensiklik dikatakan bahwa perubahan
roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus bukan hanya terjadi secara
fungsi, tujuan dan maksudnya saja melainkan seluruh bagian secara esensial dari
roti dan anggur berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus.[3]
Bapa Paus Paulus VI menyadari bahwa perubahan yang terjadi dalam roti dan
anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus bukanlah perubahan yang terjadi secara
fungsi bahkan simbolik saja. Namun, perubahan itu memang sungguh-sungguh
terjadi, dan Kristus berada dalam roti dan anggur yang telah berubah itu.[4]
Dengan demikian benarlah apa yang
disampaikan oleh St. Cyrilus dari Yerusalem, roti kelihatan roti tetapi
bukanlah roti. Anggur kelihatan anggur tetapi bukanlah anggur. Walaupun begitu
ketika merasakannya rasanya adalah roti dan anggur. Namun, itu bukanlah roti
dan anggur tetapi itu adalah Tubuh dan
Darah Kristus yang telah berubah dari roti dan anggur.[5]
St. Cyrilus ingin mengungkapkan bahwa
roti dan anggur itu bukanlah roti dan anggur yang biasa lagi, namun Kristus ada
disitu. Memang kelihatannya seperti roti dan anggur biasa saja. Jika dirasakan
rasanya pun tetap sama saja. Namun, perubahan atau peristiwa transfigurasi
telah mengubah roti dan anggur itu menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Bentuknya
tetap sama, namun esensialnya telah berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus.
Dengan demikian Kristus hadir dalam roti dan anggur tersebut.
C. Pesan
Untuk Umat Masa Kini Berkaitan Dengan
Transubstansi Roti dan Anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus.
Perkembangan zaman membawa pengaruh
yang cukup besar dalam perkembangan iman umat. Ilmu pengetahun dan penggunaan
ratio membuat orang sering kali lupa akan agama yang ia anut. Orang semakin
tidak percaya akan agama dan lebih berdiri pada kemampuan dirinya. Orang di
zaman modern ini dihadapkan dengan berbagai macam hal yang membuat guncang iman
mereka. Orang modern mengalami krisis iman yang luar biasa. Beberap bentuk
krisis iman yang dialami oleh orang modern adalah Deisme, Agnostisisme,
Ateisme.[6]
Alhasil banyak orang yang semakin jarang datang ke Gereja untuk merayakan
Ekaristi bersama setiap hari minggunya. Datang untuk merayakan Ekaristi hanya
membuang-buang waktu saja dan tidak ada gunanya.
Untuk mengatasi krisis iman itu
maka perlulah membangun komunikasi yang baik dengan Allah. Komunikasi ini
terjadi apabila kita bisa membuka diri untuk menerima rahmat Allah yang
dicurahkan kepada kita. Salah satu sarana yang tepat adalah dengan mengikuti
perayaan Ekaristi. Perayaan Ekaristi adalah perayaan yang menyelamatkan,
memberi pemahaman, dan penghayatan yang baik dalam diri kita. Dalam perayaan
yang menyelamatkan itu kita bisa melihat perubahan roti dan anggur menjadi
Tubuh dan Kristus sendiri. Bahkan kita bisa menyantap Tubuh dan Darah Kristus
itu. Setelah kita mengalami dan merasakan sendiri apa yang terjadi, maka
terciptalah sebuah hubungan intim yang mersra dengan Allah. Hubungan yang
personal itu membantu kita untuk semakin merasakan kehadiran Allah dalam diri
kita, Allah ada dan menyertai kita selalu di mana pun kita berada, di dunia
yang modern ini sekalipun. Allah tetap mereja dan menguasai ciptaan-Nya sampai
akhir zaman.
·
Kehadiran Allah dalam Kehidupan Manusia
Umat Katolik yang hidup di zaman
modern mengalami krisis iman. Berbagai macam pertanyaan diajukan tentang ajaran
iman Katolik. Apalagi jikalau orang dalam berada dalam kesusahan, eksistensi
Allah sering dipertanyakan. Orang bertanya apakah Allah masih ada diantara
kita? Kapan manusia akan mengalami kehadiran Allah?
Semua pertanyaan itu dapat dijawab
dengan peristiwa sengsara, wafat, dan kebangkitan Kristus. Allah mengutus
Putra-Nya datang ke dunia untuk secara aktif hadir bersama dengan umat-Nya dan
menyelamatkan mereka dari kebinasaan dosa. Melalui Yesus Kristus kita semua
memperoleh penebusan dosa dan bisa bersatu dengan Allah. Selain itu pula Yesus
sehakekat dengan Allah. Dengan demikian, di dalam Yesus, Allah hadir, turun
menyertai umat-Nya dalam perziarahan di muka bumi ini. “Kristus adalah kesatuan
antara yang transenden dan yang imanen, … Bila sakrament Allah dan kebersamaan
dengan Allah itu sungguh hadir dalam Ekaristi yang dibagi-bagikan, maka kita
yang menyambutnya pun boleh mengalami Allah dan dipersatukan dengan-Nya.”[7]
Melalui Yesus Kristus, kita manusia yang
berdosa dapat merasakan kehadiran Allah. Kita semua dapat merasakan kehadiran
Allah secara langsung melalui Sakrament Ekaristi. Perubahan roti dan anggur
menjadi Tubuh dan Darah Kristus memungkinkan kita untuk dapat merasakan
kehadiran Allah secara nyata.
Daftar Pustaka:
1. Y.B.
Prasetyantha, MSF (Edt). Ekaristi Dalam
Hidup Kita. Yogyakarta: Kanisius, 2008.
2. Albertus
Sujoko. Beriman Sebagai Orang Modern. Jakarta: Cahaya Pineleng, 2008.
3. E.
Martasudjita, Pr. Ekaristi, Tinjauan
Teologis, Liturgis, dan Pastoral. Yogyakarta: Kanisius, 2008.
4. Saint
Cyrillus (Bishop Of Jerusallem). The Catechetical Lectures Of S. Cyril,
Archbishop Of Jerusalem, edt. John Henry Parker. (London: J.G. and F.
Rivington, 1931), hlm. 278. Buku
berbentuk ebook diambil dari http://books.google.co.id/books?id=Rj0QAAAAYAAJ&printsec=frontcover&dq=st.cyrillus&source=bl&ots=PUGN0Ag6ql&sig=nioleTrWGRn4QcqbP3F-v8S8prk&hl=id&sa=X&ei=9Gk_UM7_GMPtrQepk4HoDw&ved=0CC4Q6AEwAA#v=onepage&q=body%20of%20christ&f=false
5. Gerald
O’Collins. SJ dan Edward G. Farrugia, SJ. A
Concise Dictionary Of Theology, diterjemahkan oleh I. Suharyo, Pr. Kamus Teologi. Yogyakarta: Kanisius,
2006.
6. Transcribed
by Paul Halsall. Mysterium Fidei: Encyclical on the Holy Eucharist. His
Holiness Pope Paul VI Promulgated on September 3, 1965. Diambil dari http://www.newadvent.org/library/docs_pa06mf.htm
[1][1]
Lih. Gerald O’Collins. SJ dan Edward
G. Farrugia, SJ. A Concise Dictionary Of
Theology, diterjemahkan oleh I. Suharyo, Pr. Kamus Teologi. (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hlm. 338
[2]
E. Martasudjita, Pr. Ekaristi, Tinjauan
Teologis, Liturgis, dan Pastoral. (Yogyakarta: Kanisius, 2008), hlm. 336
[3]
Bdk. Ibid 338
[4]
Bdk. Mysterium Fidei No. 46
[5]
Bdk. Saint Cyrillus (Bishop Of
Jerusallem). The Catechetical Lectures Of
S. Cyril, Archbishop Of Jerusalem, edt. John Henry Parker. (London: J.G.
and F. Rivington, 1931), hlm. 278. Buku
berbentuk ebook diambil dari http://books.google.co.id/books?id=Rj0QAAAAYAAJ&printsec=frontcover&dq=st.cyrillus&source=bl&ots=PUGN0Ag6ql&sig=nioleTrWGRn4QcqbP3F-v8S8prk&hl=id&sa=X&ei=9Gk_UM7_GMPtrQepk4HoDw&ved=0CC4Q6AEwAA#v=onepage&q=body%20of%20christ&f=false
[6]
Deisme adalah kepercayaan bahwa Tuhan itu ada, namun tidak ada hubungannya
dengan dunia dan manusia. … Alam bekerja sendiri tanpa campur tangan Tuhan.
Agnostisisme adalah aliran yang tidak mau peduli apakah Tuhan itu atau tidak.
Ateisme adalah aliran yang mengatakan bahwa Tuhan itu tidak ada. lih. Albertus Sujoko, Beriman Sebagai Orang Modern, (Jakarta:
Cahaya Pineleng, 2008), hlm. 94-98
[7]
Y.B. Prasetyantha, MSF (Edt). Ekaristi
Dalam Hidup Kita. (Yogyakarta: Kanisius, 2008), hlm. 154
Tidak ada komentar:
Posting Komentar